Sabtu, 06 Oktober 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Al-Qur’an adalah Kalamullah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara Malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya termasuk ibadah dan tidak akan di tolak kebenarannya. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang mulia dan wahyu langit yang terakhir ke bumi ini dijaga oleh Allah dari segala bentuk pengubahan. Ia dijadikan sebagai rahmat serta petunjuk bagi manusia. Allah juga menjadikannya tabir dan penjaga bagi pembaca dan penghafalnya. Al-Qur’an adalah kitab petunjuk bagi manusia, keterangan mengenai petunjuk serta pemisah antara yang hak dan yang bathil. Allah SWT. firman: #n~îæp @äîînfe ú9s lã=î^eã u~îY d?îmã 7|;eã läNi< =tE ÄØßÜ á Õ=^çeãÅÁÁÁ lä]=Zeãp ú9teã oi Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. Al-Baqarah (2) : 185) Al-Qur’an mengandung nilai ibadah dalam membaca, memahami dan mengamalkannya, kitab yang berisikan nilai dan norma-norma yang mampu mengatur kehidupan manusia dalam beribadah dan bermasya-rakat, berbangsa, dan bernegara. Al-Qur’an adalah hujjah yang mendukungmu atau melawanmu. Al-Qur’an juga merupakan satu-satunya kitab suci yang dijamin keasliannya oleh Allah SWT. sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. hingga sekarang bahkan sampai hari kemudian. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT. yang berbunyi: Äà á=.<ãÅ lqîÏZ2îe ue äîmãp =a ;eã äînîe?îm o2îm äîmã Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr (15) : 9) Demikianlah penegasan Allah mengenai jaminan kemurnian dan pemeliharaan Al-Qur’an dari berbagai perubahan dan pemalsuan. Sebagai bukti perhatian yang dilakukan Rasulullah SAW. dan para sahabatnya dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an, menurut Ahsin W. Al-Hafidz menjelaskan bahwa : “Ketika wahyu diturunkan kepadanya adalah beliau segera mengha-falnya dan dengan segera pula beliau mengajarkannya kepada para sahabat, sehingga mereka benar-benar menguasai dan menghafalnya dengan baik. sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari, bahwa Rasulullah SAW. berkata kepada Ubay bin Ka'ab: "Sesungguhnya Allah SWT. memerintahkan agar aku mengajarimu membaca Al-Qur'an. Ubay berkata: Adakah Allah menyebut namaku? Rasulullah SAW. menjawab: Ya, kau telah disebut di sisi Tuhan semesta alam. Ubay berkata; akupun berlinang air mata." Perhatian terhadap kemurnian Al-Qur'an juga dilakukan oleh sahabat Umar Ibnu Khattab ra. Perhatian ini bermula setelah terjadinya pertempuran Yamamah, yaitu peperangan antara kaum muslimin dan murtaddin. Dalam peperangan ini dari para sahabat nabi yang hafal Al-Qur'an banyak yang gugur sebagai syuhada, hingga mencapai jumlah 70 orang. Sehubungan dengan peristiwa tersebut, maka terpikirlah oleh Umar untuk mengumpulkan ayat-ayat dan surat-surat yang masih berserakan itu dikumpulkan dalam satu mushaf, hal ini disetujui oleh Khalifah Abu Bakar, kemudian Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkannya dari ayat-ayat Al-Qur’an yang tertulis pada pelepah-pelepah kurma, batu-batu dan dari dada para penghafal Al-Qur’an, hingga akhirnya selesai dikumpulkan dalam satu mushaf, lalu diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar, dan kemudian beliau simpan dengan baik sampai datang hari wafatnya”. Seiring berjalannya waktu, usaha-usaha pemeliharaan Al-Qur’an terus dilakukan dari generasi ke generasi berikutnya, dan salah satu usaha nyata dalam proses pemeliharaan kemurnian Al-Qur’an yaitu dengan menghafalkannya. Ahsin W. Al-hafidz menjelaskan beberapa alasan penting untuk menghafal Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 1. Al-Qur’an diturunkan, diterima dan diajarkan oleh Nabi secara hafalan. 2. Hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan isyarat dan dorongan ke arah tumbuhnya Himmah (urgensi) untuk menghafal. 3. Menghafal Al-Qur’an hukumnya adalah fardu kifayah, sebagaimana disebutkan oleh Syeikh Muhammad Makki Nasr dalam Nihayah Qaulul Mufid dikatakan bahwa: Ö~îZîa L=îY èf] =îtÎ oQ l?ã=î^eã ÐZ1 lã Artinya : “Sesungguhnya menghafal Al-Qur’an di luar kepala hukumnya fardu kifayah”. Demikian pula mengajarkannya adalah fardu kifayah dan merupakan ibadah yang utama. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.” ujfQp lEã=^îeã kîîfR% oi ka=îî~5 (٧۶٣ :ﺚﻳﺪﺤﻟا ﻢﻗر ناﺮﻘﻟا ةءاﺮﻗ ﺔﻠﻴﻀﻓ بﺎﺑ ﻦﻴﺤﻟﺎﺼﻟا ضﺎﻳر حﺮﺷ ﻦﻣىرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور) Artinya : "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan kemudian mengajarkannya." (HR. Bukhari). Dalam proses menghafal Al-Qur’an, hendaknya setiap orang memanfaatkan usia-usia yang berharga, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sholeh terdahulu dalam mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anaknya, mereka lakukan sejak usia dini, sehingga banyak dari tokoh ulama yang sudah hafal Al-Qur’an pada usia sebelum akil baligh, Imam Syafi’i misalnya telah hafal Al-Qur’an pada usia sepuluh tahun, begitupun Ibnu Sina, alim dibidang kedokteran. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia sekarang ini banyak menghadapi tantangan yang sangat besar dari berbagai aspek. Tantangan tersebut diantaranya adalah aspek mental spiritual dan ditambah lagi dengan aspek lain baik dibidang ekonomi dan sosial, sehingga bangsa ini harus mengerahkan segala kemampuan untuk menghadapi tantangan tersebut. Apalagi saat ini bangsa Indonesia masih mengalami berbagai krisis. Hal ini semakin mempertegas perlunya pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan memiliki mental spiritual yang tangguh. Sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan memiliki mental spiritual yang tangguh dapat ditempuh melalui jalur pendidikan yang berkualitas baik formal maupun nonformal. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda sebagai lembaga pendidikan nonformal telah menyelenggarakan sistem pendidikan yang mengacu pada penerapan pelaksanaan ajaran Islam secara “kaffah”. Artinya kaffah disini adalah bahwa sasaran pendidikan tidak hanya keberhasilan dalam aspek penguasaan dan moral, tetapi juga aspek kemandirian dan keterampilan, aspek-aspek ini antara satu dengan yang lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda dalam menyelenggarakan pendidikan termasuk lembaga yang berupaya mengoptimalkan potensi para santri agar dapat berkembang melalui pola pendidikan yang terpadu antara aspek aqliyah, ruhiyah, dan jismiyah. Aspek aqliyah adalah aspek yang berhubungan dengan daya pikir atau intelektual yang merupakan dasar-dasar ilmu yang berhubungan dengan rasionalitas-objektif (ilmiah). Aspek ruhiyah atau aspek spiritual adalah aspek yang berhubungan dengan ilmu-ilmu keagamaan, pembentukan mentalitas atau sikap. Aspek jismiyah adalah aspek-aspek yang berhubungan dengan keterampilan Secara faktual pendidikan yang ada khususnya Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda melibatkan tiga unsur pelaksana, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat sesuai dengan peran, keterli-batan, dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Peneliti telah memilih untuk mencoba meneliti sistem pembelajaran menghafal Al-Qur’an dengan mempelajari pola pendidikan, strategi, metode, faktor pendukung dan penghambat keberhasilan dalam pelaksanaan program pembelajaran menghafal Al-Qur’an 30 Juz di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda, karena pondok pesantren tersebut adalah contoh unggulan dari kebijakan penyelenggaraan pendidikan Al-Qur’an di Samarinda. Peneliti tertarik memilih untuk melakukan penelitian ini di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda antara lain disebabkan karena: a. Kekhasan yang menjadi karakteristik khusus dari Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda yaitu penyelenggaraan pendidikan bidang khusus Tahfidzul Qur’an. b. Teknik penerapan strategi dan metode pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang diterapkan oleh para pengasuh (ustadz/ustadzah) dan yang dilaksanakan oleh para santri dalam usahanya mencapai tujuan. c. Usaha-usaha para pembina dan pengasuh pondok pesantren dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan dan sistem pembelajaran menghafal Al-Qur’an dan juga upaya-upaya mereka mengatasi setiap kendala yang dihadapinya. d. Adanya pola atau sistem percepatan menghafal Al-Qur’an selain sistem standar yang telah diterapkan dalam proses pendidikan e. Adanya penetapan target pencapaian terutama bagi santri baru yang memilki kewajiban cukup ketat dengan persyaratan kewajiban menghafal minimal 10 Juz pada tahun pertama, mereka tidak dianjurkan untuk mengikuti pendidikan formal selama satu tahun pertama ketika menjadi santri dengan tujuan agar mereka lebih fokus pada proses menghafal Al-Qur’an dan hasil dari penerapan pola ini ada beberapa santri yang mampu mencapai target lebih cepat dari target yang telah ditetapkan. f. Adanya anggapan dikalangan tertentu dilingkungan kaum muslimin khususnya di Samarinda bahwa untuk menghafal Al-Qur’an sulit bahkan teramat sulit, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak berlaku bagi santri pondok pesantren ini. g. Prestasi para santri dan alumninya dibidang akademis terutama bidang Tahfidzul Qur’an tergolong baik, hal ini terbukti dengan cukup banyaknya santri yang mampu melanjutkan pendidikan di Kairo Mesir dan Hadral Maut Yaman. Sehingga sepulangnya mereka dari pendidikan, mereka ada menjadi pendiri, pengasuh dan pengajar pondok pesantren dibidang yang sama atau dibidang lainnya. h. Prestasi para santri dan alumni di bidang Hifdzil Qur’an pada setiap kegitan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) untuk bidang Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ) juga cukup membanggakan dari tingkat kecamatan bahkan sampai tingkat Nasional. Beberapa hal sebagaimana tersebut di atas yang membuat peneliti tertarik mengangkat masalah ini dan menjadikannya usulan bagi peneliti untuk mengkaji studi ini secara mendalam. B. Rumusan Masalah Latar belakang masalah diformulasikan ke dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan strategi dan metode pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang dilaksanakan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda? 2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat keberhasilan dalam pelaksanaan program pembelajaran menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Penerapan strategi dan metode pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda. 2. Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan pelaksanaan program pembelajaran menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada semua pihak terkait, baik kalangan akedemis, maupun para pengelola lembaga pendidikan dibidang Tahfidzul Qur’an. Oleh sebab itu rancangan penelitian ini kiranya dapat memberikan manfaat dalam: 1. Memajukan teknis penerapan strategi dan metode pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda. 2. Memberitahukan faktor pendukung dan penghambat keberhasilan pelaksanaan program pembelajaran menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an KH. Harun Nafsi Samarinda. 3. Memberikan masukan dan solusi kepada lembaga terkait khususnya para guru (Asatidz) dalam menerapkan strategi dan metode pembelajaran menghafal Al-Qur’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar